BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia
memasuki era globalisasi, pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN
dimana banyak tenaga professional keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa
itu mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat
dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang
maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan
masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi,
pencemaran, kecelakaan, banyak tindakan kekerasan, kenakalan remaja,
penyalahgunaan NAPZA, tauran, penggangguran, tindak penyaluran agresifitas atau
anarkis, putus sekolah, PHK, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit
klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman
sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan
hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif. Dengan banyaknya
masalah-masalah yang ada dalam keperawatan jiwa yang kini kita hadapi, maka
kita perlu mengkaji ulang faktor yang mempengaruhi masalah-masalah keperawatan
jiwa
Telah terbukti bahwa upaya pencegahan jauh lebih baik
daripada upaya pengobatan. Untuk itu masyarakat luas perlu diberikan informasi
tentang kesehatan jiwa beserta permasalahan, pencegahan dan penanganannya.
Upaya pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat pada saat ini tidak mungkin
dilaksanakan oleh petugas kesehatan saja, tetapi perlu peran serta seluruh
masyarakat dan keluarga klien untuk memfasilitasi peran aktif dari kader
kesehatan dalam upaya kesehatan jiwa.
B.
Rumusan masalah
1. kesehatan jiwa dimulai
masa konsepsi
2. bagaimana cara
meningkatkan masalah kesehatan jiwa ?
3. apa saja faktor penyebab
kecenderungan gangguan jiwa ?
4. apa yang menjadi
kecenderungan situasi di era globalisasi yang mempengaruhi kesehatan jiwa ?
5. bagaimana perubahan
orientasi sehat dalam keperawatan jiwa?
6. Apa saja penyakit yang
cenderung dalam keperawatan jiwa ?
7. Bagaimana peningkatan Post
Traumatic Syndrome Disorder
8. Bagiamana peningkatnya
dalam masalah psikososial?
9. Seperti apa trend bunuh
diri pada anak dan remaja?
10. masalah dalam napza dan
hiv/aids ?
11. pattern of parenting dalam
keperawata jiwa
12. hal-hal yang mempengaruhi
kesehatan jiwa?
13. Bagaimana profesi
keperawatan mental psikiatri di Indonesia menghadapinya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Trend curent issue dan
kecenderungan dalam keperawatan jiwa
Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah
masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting.
Masalah-masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan
berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun
global.
1. Kesehatan jiwa dimulai
masa konsepsi
Di Indonesia banyak
gangguan jiwa terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang sekali melihat
fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan terkini menyimpulkan bahwa
berbicara masalah kesehatan jiwa harus dimulai dari masa konsepsi atau bahkan
harus dimulai dari masa pranikah. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya
keterkaitan masa dalam kandungan dengan kesehatan fisik dan mental seseorang di
masa yang akan datang. Penelitian-penelitian berikut membuktikan bahwa kesehatan
mental seseorang dimulai pada masa konsepsi. Diantara hasil penelitian:
·
Marc Lehrer ( 300 bayi yg diteliti): stimulasi dini ( berupa
suara, musik, getaran, sentuhan ) setelah dewasa memiliki perkembangan fisik,
mental dan emosional yg lebih baik.
·
Mednick : ada hubungan skizofrenia dengan infeksi
virus dalam kandungan. Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi
sedang berada pada trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang lebih
tinggi untuk menderita skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini
menunjukkan bahwa lingkungan luar yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam
kandungan dapat meningkatkan risiko menderita skizofrenia. Mednick menghidupkan
kembali teori perkembangan neurokognitif, yang menyebutkan bahwa pada penderita
skizofrenia terjadi kelainan perkembangan neurokognitif sejak dalam kandungan.
Beberapa kelainan neurokognitif seperti berkurangnya kemampuan dalam
mempertahankan perhatian, membedakan suara rangsang yang berurutan, working
memory, dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai pada penderita skizofrenia.
Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan
dalam kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat
dalam kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang
mempengaruhi fungsi otak seperti narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah
berkembang ini menjadi dasar dari gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi,
kekacauan proses pikir, waham/delusi, perilaku yang aneh dan gangguan emosi.
2. Trend Peningkatan Masalah
Kesehatan Jiwa
Masalah kesehatan jiwa
akan meningkat di era globalisasi, sudah terbukti dua tahun terakhir, hal ini
dikarenakan beban hidup yang semakin berat. Klien gangguan jiwa tidak lagi
didominasi kalangan bawah tetapi kalangan mahasiswa, PNS, pegawai swasta,
kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga tersentuh
gangguan psikotik dan depresif. Penyebab dikalangan menengah ke atas sebagian
besar akibat tidak mampu mengelola stress dan ada juga akibat post power
syndrome atau mutasi jabatan. Kasus-kasus gangguan kejiwaan yang ditangani oleh
para psikiater dan dokter di RSJ menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal
baik strata sosial maupun usia. Ada orang kaya yang mengalami tekanan hebat,
setelah kehilangan semua harta bendanya akibat kebakaran. Selain itu kasus
neurosis pada anak dan remaja, juga menunjukkan kecenderungan meningkat.
Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya
mengalami stress, kecemasan yang berlebihan, gangguan tidur, dan keluhan
penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Neurosis menyebabkan merosotnya
kinerja individu. Mereka yang sebelumnya rajin bekerja, rajin belajar menjadi
lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat kecenderungan penyakit jiwa pada
anak dan remaja kebanyakan adalah kasus trauma fisik dan nonfisik. Trauma
nonfisik bisa berbentuk musibah, kehilangan orang tua, atau masalah keluarga.
Tipe gangguan jiwa yang
lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang menunjukkan gejala perilaku
yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap mengoceh tidak karuan,
dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain, seperti
mengamuk.
3. Kecenderungan Faktor
Penyebab Gangguan Jiwa
Terjadinya perang,
konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu pemicu yang
memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa
di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001)
menyataan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami
gangguan kesehatan jiwa.
Bukti lainnya, berdasarkan
data statistik, angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan.
Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental,
sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri
dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.
Adanya gangguan kesehatan
jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun, menurut Aris Sudiyanto, (Guru
Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan penyebab gangguan jiwa ini. Pertama,
gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya antara lain berasal dari
faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis, malaria
dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua, gangguan
mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola
pengasuhan (pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota
keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan
sosial aau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial
(perkawinan, problem orangtua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau
sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan diri,
faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain).
4. Kecenderungan Situasi di Era Globalisasi
Perkembangan IPTEK yg begitu cepat dan
perdagangan bebas sebagai ciri globalisasi, akan berdampak pada semua faktor
termasuk kesehatan. Perawat dituntut mampu m’berikan askep yg profesional dan dapat
mempertanggung jawabkan secara ilmiah. Perawat dituntut senantiasa mengembangkan
ilmu dan teknologi di bidang keperawatan khususnya keperawatan jiwa. Perawat
jiwa dalam era global harus membekali diri dgn bahasa internasional, kemampuan
komunikasi dan pemanfaatan teknologi komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa
entrepreneurship.
5. Perubahan Orientasi Sehat
Pengaruh globalisasi terhadap
perkembangan yankes termasuk keperawatan adalah tersedianya alternatif
pelayanan dan persaingan penyelenggaraan pelayanan. (persaingan kualitas).
Tenaga kesehatan (perawat “jiwa” ) harus mempunyai standar global dalam
memberikan pelayanan kesehatan, jika tdk ingin ketinggalan. Fenomena masalah
kesehatan jiwa, indicator kesehatan jiwa di masa mendatang bukan lagi masalah
klinis seperti prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pd konteks
kehidupan sosial. Fokus kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit,
melainkan pada peningkatan kualitas hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa buka lagi
sehat atau sakit, tetapi kondisi optimal yang ideal dalam perilaku dan
kemampuan fungsi social Paradigma sehat Depkes, lebih menekankan upaya proaktif
untuk pencegahan daripada menunggu di RS, orientasi upaya kesehatan jiwa lebih
pada pencegahan (preventif) dan promotif. Penangan kesehatan jiwa bergeser dari
hospital base menjad I community base.
Empat Ciri Pembentuk Struktur Masyarakat Yang Sehat :
a. Suatu masyarakat yang di
dalamnya tak ada seorang manusia pun yg diperalat oleh orang lain. Oleh karena
itu seharusnya tidak ada yang diperalat/ memperalat diri sendiri, diman manusia
itu mjd pusat dari semua aktivitas ekonomi maupun politik diturunkan pada
tujuan perkembangan diri manusia.
b. Mendorong aktivitas
produktif setiap warganya dalam pekerjaannya, merangsang perkembangan akal budi
dan lebih jauh lagi, mampu membuat manusia untuk mengungkapkan kebutuhan
batinnya berupa seni dan perilaku normatif kolektif.
c. Masyarakat terhindar dari
sifat2 rakus, eksploitatif, pemilikan berlebihan, narsisme, tidak mendapatkan
kesempatan meraup keuntungan material tanpa batas.
d. Kondisi masyarakat yang
memungkinkan orang bertindak dalam dimensi2 yang dpt dipimpin dan diobservasi.
Partisipasi aktif dan bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat. Untuk
mewujudkan struktur masyarakat sehat, kuncinya : Setiap org harus meningkatkan
kualitas hidup yang dpt menjamin terciptanya kondisi sehat yang sesungguhnya.
Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain merupakan orientasi paradigma
kesehatan jiwa
6. Kecenderungan Penyakit
Masalah kesehatan jiwa
akan menjadi “The global burdan of disease“ (Michard & Chaterina, 1999).
Hal ini akan menjadi tantangan bagi ”Public Health Policy” yang secara
tradisional memberi perhatian yang lebih pada penyakit infeksi. Standar
pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara tradisional adalah angka
kematian akibat penyakit. Ini telah menyebabkan gangguan jiwa seolah-olah bukan
masalah. Dengan adanya indikator baru, yaitu DALY (Disabilitty Adjusted Life
Year) diketahuilah bahwa gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan utama secara
internasional. Perubahan sosial ekonomi yang amat cepat dan situasi sosial
politik yang tidak menentu menyebabkan semakin tigginya angka pengangguran,
kemiskinan, dan kejahatan, situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis
dan gangguan jiwa dalam kehidupan manusia ( Antai Otong, 1994).
Untuk menjawab tantangan
ini diperlukan tenaga-tenaga- kesehatan seperti psikiater, psilolog, social
Worker, dan perawat psikiatri yang memadai baik dari segi kuantitas. Saat
terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang yang terpapar dengan kejadian
Traumatis, yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian yang berupa ancaman
kematian atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera serta yang dalam
ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain. Respons yang
terjadi berupa rasa takut yang kuat serta tidak berdaya, sedangkan bagi
anak-anak apa yang menghadapinya akan dieksperikan dengan perilaku yang kacau.
Trauma itu merupakan
sesuatu yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang. Pengalaman trauma yang
umum dialami manusia dalam kejadian sehari-hari. Pengalaman katastropik dalam
berbagai bentuk, baik peperangan (memang sedang terjadi), pemerkosaan (banyak
dialami sebagian wanita di Aceh), maupun bencana alam, (gempa dan bencana
tsunami), sungguh mengerikan. Ini akan membuat mereka dalam keadaan stress
berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang sedemikian. Dalam
kriteria klinik seperti yang disusun dalam Diagnostic and Statical Manual Of
Mental Disorder lll dan Lv serta Pedoman Pengggolongan dan Diagnosis gangguan
jiwa lll di Indonesia menyatakan, gejala yang ditemukan pada mereka itu
menggambarkan suatu yang stress yang terjadi berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun. Dengan demikian mereka menjadi manusia yang invalid dalam
kondisi kejiwaan dengan akibat dan resultante akhir penderita ini akan menjadi
tidak produktif. Padahal seperti diketahui ada diantara mereka yang berkali-kali
telah mengalami pengalaman katastropik yaitu saat daerah tersebut ada dalam
kondisi berlangsungnya Daerah Operasi Militer dan peristiwa-peristiwa
sesudahnya. Kondisi itu memang amat melumpuhkan tidak hanya ragawi, tetapi juga
kondisi kejadian masyarakat di daerah NAD. Di kemudian hari, mereka menjadi
manusia yang tanpa alasan selalu berusaha menghindar terhadap kejadian yang
mirip, terutama terhadap kekerasan yang sebernarnya tidak akan terjadi. Mereka
juga menjadi manusia yang selalu bermimpi menakutkan terjadi secara
berulang-ulang. Akibatnya, tidur yang seharusnya kan membuat restorasi terhadap
kondisi tubuh, namun yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka berada dalam
keadaan lelah dan seakan berada dalam kondisi depresi. Mungkin saja mereka kan
berperilaku atau merasa seakan-akan kejadian traumatis itu terjadi kmbaki,
termasuk pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik dalam bentuk
disosiatif. Penelitian mutakhir tentang kajian trauma (trauma studies) mulai
memahami bahwa trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat
individual. Trauma muncul sebagai akibat dari saling keterkaitan antara ingatan
sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi
kejiwaan. Dalam konteks tsunami Aceh dan bencana-bencana besar lainnya di
Indonesia, kompleksitas sosial dan kultural sangat penting mengingat bahwa
masyarakat telah mengalami dan menjadi saksi berbagai macam kekerasan sejak
berlangsungnya operasi keamanan di daerah ini. Oleh karena itu, pemahaman
tentang trauma sebagai proses sosial dan sekaligus proses kejiwaan yang
bersifat personal mutlak diperlukan untuk mencari jalan keluar dari lingkaran
ingatan traumatis yang dialami oleh klien-klien yang mengalami yang mengalami
bencana di seluruh penjuru Indonesia. Menariknya, Sigmund Freud sendiri pernah
mengemukakan bahwa trauma adalah suatu ingatan yang direpresi. Dan, karena
direpresi itulah maka trauma sering berlangsung secara tidak sadar dalam
periode yang cukup lama. Guncangan psikologis yang disebabkan oleh ingatan mengerikan
tentang gelombang tsunami, tentang mayat-mayat yang berserakan, dan tentang
kehilangan banyak anggota keluarga sekaligus berpotensi untuk membentuk ingatan
yang traumatis. Perawat jiwa pada masa akan datang penting untuk menekuni
kajian trauma, juga menggarisbawahi proses yang dalam studi psikologi sering
disebut sebagai transference. Istilah ini merujuk pada ‚“transfer“ pengalaman
traumatis yang terjadi dari orang yang secara fisik langsung mengalami
peristiwa yang mengerikan kepada orang lain yang tak secara langsung
mengalaminya. Freud memberi contoh bahwa psikoanalis juga dapat mengalami
proses transference saat ia secara tak sadar melakukan identifikasi dengan
korban trauma tersebut. Dori Laub, psikiater yang terlibat dalam pembuatan
Shoah, mengatakan bahwa transference itu bisa terjadi saat psikoanalis, atau
siapapun juga yang melakukan wawancara dengan korban.
7. Meningkatknya Post
Traumatic Syndrome Disorder
Trauma yang katastropik,
yaitu trauma di luar rentang pengalaman trauma yang umum di alami manusia dlm
kejadian sehari-hari. Mengakibatkan keadaan stress berkepanjangan dan berusaha
untuk tidak mengalami stress yang demikian. Mereka menjdi manusia yang invalid
dlam kondisi kejiwaan dengan akibat akhir menjadi tidak produktif. Trauma bukan
semata2 gejala kejiwaan yang bersifat individual, trauma muncul sebagai akibat
saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa
yang mengguncang eksistensi kejiwaan.
8. Meningkatnya Masalah
psikososial
Lingkup kesehatan jiwa
sangat luas dan kompleks, juga saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan
manusia. Mengacu pd UU No. 23 1992 tentang Kesehatan Dan Ilmu Psikiatri,
masalah kesehatan jiwa secara garis besar digolongkan menjadi :
a. Masalah perkembangan
manusia yg harmonis dan peningkatan kualitas hidup, yaitu masalah kejiwaan yang
berkaitan dengan makna dan nilai-nilai kehidupan manusia. Misalnya:
·
Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan lifecycle
kehidupan manusia, mulai dari persiapan pranikah, anak dalam kandungan, balita,
anak, remaja, dewasa, usia lanjut.
·
Dampak dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan
disabilitas.
·
Pemukiman yang sehat.
·
Pemindahan tempat tinggal.
b. Masalah psikososial yaitu
masalah psikis atau kejiwaan yang timbul akibat terjadinya perubahan sosial,
meliputi :
·
Psikotik gelandangan (seseorang yang berkeliaran di tempat
umum dan diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik dan dianggap mengganggu
ketertiban/keamanan lingkungan).
·
Pemasungan penderita gangguan jiwa
·
Masalah anak jalanan
·
Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan)
·
Penyalaggunaan Narkotik dan psikotropik
·
Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual dll)
·
Tindak kekerasan sosial (kemiskinan, penelantaran tdk diberi
nafkah, korban kekerasan pd anak, dll) Stress pasca trauma (ansietas, gangguan
emosional, berulang kali merasakan kembali suatu pengalaman traumatik, bencana
alam, ledakan, kekerasan, penyerangan/ penganiayaan fisik/ seksual, termasuk
pemerkosaan, terorisme, dll)
·
Stress pascatrauma (ansietas, gangguan emosional, berulangkali
merasakan kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam, ledakan,
kekerasaan, penyerangan/penganiyaan secara fisik atau seksual, termasuk
pemerkosaan, terorisme dan lain-lain).
·
Migrasi ( masalah psikis/ kejiwaan akibat perubahan sosial,
spt cemas, depresi, stress pasca trauma, dll)
·
Masalah usia lanjut yang terisolasi (penelataran,
penyalahgunaan fisik, gangguan psikologis, gangguan penyesuaian diri terhadap
perubahan, perubahan minat, gangguan tidur, kecemasan, depresi, gangguan pada
daya ingat, dll).
·
Masalah kesehatan tenaga kerja di tempat kerja (penurunan
produktivitas, stress di tempat kerja, dll)
9. Trend Bunuh Diri pada Anak
dan Remaja
Bunuh diri merupakan
masalah psikologis dunia yang sangat mengancam, angka kejadian terus meningkat
dan sangat mengancam Sejak tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang
diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk negara Austria, Denmark,
dan Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama diduduki Jerman dengan angka 37
orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24 menit seorang meninggal akibat
bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya 10 kali lebih besar dari
angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan trend bunuh
diri mulai tampak meningkat terjadi pada anak-anak dan remaja. Di Benua Asia,
Jepang dan Korea termasuk Negara yang sering diberitakan bahwa warganya
melakukan bunuh diri. Di Jepang, harakiri (menikam atau merobek perut sendiri)
sering dilakukan bawahan untuk melindungi nama baik atasannya. Sebagai contoh,
sekretaris pribadi mantan Perdana Menteri Takeshita melakukan bunuh diri,
ketika skandal suap perusahaan Recruits Cosmos terbongkar pada tahun 1984 atau
yang paling terkenal kasus bunuh dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri
Tanaka, ketika skandal suap Lockheed terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya,
demi menjaga kehormatan pimpinannya.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan
bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau terjadi dalam seiap
40 detiknya. Bunuh diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian
pada usia 15-34 tahun, selain faktor kecelakaan. Metode yg paling disukai =
menggunakan pistol, menggantung diri dan minum racun. Keberhasilan BD pd pria
lebih banyak 3 x dr wanita. Bunuh diri : suatu tindakan mencabut nyawa sendiri
dengan sengaja (jalan pntas yang dikutuk Tuhan). Latar belakangnya beragam :
asmara, pekerjaan, cek-cok rmh tangga, ekonomi, perasaan malu dan terlilit
utang.
10. Masalah Napza dan HIV/
AIDS
Gangguan penggunaan zat
adiktif ini sangat berkaitan dan merupakan dampak dari pembangunan serta
teknologi dari suatu negara yang semakin maju. Hal terpenting yang mendukung merebaknya
NAPZA di negara kita adalah perangkat hukum yang lemah bahkan terkadang oknum
aparat hukum seringkali menjadi backing, ditambah dengan keragu-raguan
penentuan hukuman bagi pengedar dan pemakai, sehingga dampaknya SDM Indonesia
kalah dengan Malaysia yang lebih bertindak tegas terhadap pengedar dan pemakai
NAPZA. Kondisi ini akan semakin menigkat untuk masa yang akan datang khususnya
dalam era globalisasi. Dalam era globalisasi tersebut terdapat gerakan yang
sangat besar yang disebut dengan istilah “Gerakan Kafirisasi“. Bila beberapa
dekade yang lalu kita mengenal istilah zionisme, maka dengan ini sejalan dengan
globalisasi kita berhadapan dengan dengan ideologi kafirisasi yang disebut
dengan Neozionisme, sebuah ideologi yang ingin menciptakan tatanan dunia global
yang sekuler dan terlepas sama sekali dari ajaran agama yang mereka anggap
sebagai kepalsuan, racun, dan dogmatis fundamentalis.
Gerakan konspirasi mereka
telah membuat carut marut dan tercabiknya wajah kaum beragama, utamanya umat
muslim, mereka menuduh umat islam sebagai fundamentalis, ekstrimis, dan tiran.
Bahkan Hungtington (Misionaris Yahudi) pernah mengatakan : “Musuh Barat
terbesar setelah Rusia hancur adalah Islam“. Salah satu program mereka adalah
menghancurkan islam melalui penghancuran generasi mudanya dengan cara
menebarkan narkotik dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
Sekarang para imperalis
dan konspirasi Yahudi telah memanfaatkan energi yang tersimpan dalam generasi
negeri ini (1,3 juta orang pemuda) yang berusia 15-25 tahun melalui NAPZA
(Narkotik dan Zat Adikif lainnya) dan telah membunuh 30 orang perbulannya.
Masalah lainnya muncul seiring dengan merebaknya pemakaian NAPZA. Menjelang
tahun 2008 pertumbuhan HIV AIDS di dunia dapat mencapai 4 orang permenit. Ini
merupakan ancaman hilangnya kehidupan dan runtuhnya peradaban.
Kita semua, khususnya tim
kesehatan harus merasa terpanggil menyelamatkan generasi penerus bangsa dari
cangkraman NAPZA (Narkotika, Alkohol, psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya).
Perawat merupakan komponen terbesar dari seluruh tim kesehatan, maka
upaya-upaya pengcegahan dan penatalaksanaan keperawatan menjadi hal yang sangat
penting karena perawat senantiasa berada di sisi klien dalam rentang waktu yang
lama di banding tim kesehatan lainnya. Melalui forum presentasi orientasi
keperawatan jiwa kami berusaha memaparkan suatu topic dengan tema Asuhan
Keperawatan pada Pengguna NAPZA.
11. Paterrn of Parenting dalam
Kep. Jiwa
Dengan banyaknya kasus
bunuh diri dan depresi pd anak, maka pola asuh keluarga kembali menjadi sorotan
Pola asuh yang baik adalah pola asuh dimana orang tua menerapkan kehangatan
yang tinggi disertai dengan kontrol yang tinggi. Kehangatan adalah Bagaimana
orang tua menjadi teman curhat, teman bermain, teman yang menyenangkan bagi
anak terutama saat rekreasi, belajar dan berkomunikasi. Berbagai upaya agar
anak dekat dan berani bicara pada ortunya saat punya masalah. Ortu menjadi
teman dalam ekspresi feeling anak sehingga anak menjadi sehat jiwanya. Kontrol
yg tinggi ad. Bagaimana anak dilatih mandiri dan mengenal disiplin di rumahnya.
Kemandirian mjd hal yg sangat penting dalam kesehatan jiwa, karena akan
memiliki self confidence yang cukup. Orang tua juga melatih anak bertanggung
jawab mengerjakan tugas2 di rumah spt. Mencuci, menyiram bunga dll. Tipe Pola
Asuh :
•
Autoratif = kontrol tinggi & kehangatan tinggi
•
Otoriter = kontrol tinggi, kehangatan rendah
•
Permisif = kontrol rendah, kehangatan tinggi
•
Neglected = kontrol rendah, kehangatan Rendah
12. Masalah Ekonomi dan
Kemiskinan
Pengangguran telah
menybabkan rakyat indonesia semakin terpuruk. Daya beli lemah, pendidikan
rendah, lingkungan buruk, kurang gizi, mudah teragitasi, kekebalan menurun dan
infrastruktur yg masih rendah menyebabkan banyak rakyat mengalami gangguan
jiwa. Masalah ekonomi paling dominan menjadi pencetus gangguan jiwa di
Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan bahwa saat terjadi kenaikan BBM selalu
dsertai dengan peningkatan dua kali lipat angka gangguan jiwa. Hal ini
diperparah dengan biaya sekolah yang mahal, biaya pengobatan tak terjangkau dan
penggusuran yang kerap terjadi.
B.
Trend dalam pelayanan
keperawatan mental psikiatri
1. Sehubungan dengan trend
masalah kesehatan utama dan pelayanan kesehatan jiwa secara global, maka fokus
pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas (community
based care) yang member penekanan pada preventif dan promotif.
2. Sehubungan dengan
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, perlu peningkatan
dalam bidang ilmu pengetahuan dengan cara mengembangkan institusi pendidikan
yang telah ada dan mengadakan program spesialisasi keperawatan jiwa.
3. Dalam rangka menjaga mutu
pelayanan yang diberikan dan untuk melindungi konsumen, sudah saatnya ada
“licence” bagi perawat yang bekerja di pelayanan.
4. Sehubungan dengan adanya
perbedaan latar belakang budaya kita dengan narasumber, yang dalam hal ini kita
masih mengacu pada Negara-negara Barat terutama Amerika, maka perlu untuk
menyaring konsep-konsep keperawatan mental psikiatri yang didapatkan dari luar.
C.
Trend Pelayanan
Keperawatan Mental Psikiatri di Era Globalisasi
Sejalan dengan program
deinstitusionalisasi yg didukung ditemukannya obat psikotropika yg terbukti dpt
mengontrol perilaku klien gangguan jiwa, peran perawat tidak terbatas di RS,
tetapi dituntut lbh sensitif thd lingkungan sosialnya, serta berfokus pd
pelayanan preventif dan prmotif. Perubahan hospital based care mjd community
based care = trend yg signifikan dlm pengobatan gangguan jiwa. Perawat mental
psikiatri hrs m’integrasikan diri dlm community mental health, dgn 3 kunci
utama :
1. Pengalaman dan pendidikan
perawat, peran dan fungsi perawat serta hubungan perawat dengan profesi lain di
komunitas.
2. Reformasi dalam yankes
menuntut perawat meredefinisi perannya.
3. Intervensi keperawatan
yang menekankan pd aspek pencegahan dan promosi kesehatan, sudah saatnya
mengembangkan community based car. Pengembangan pendidikan keperawatan sangat
penting, terutama keperawatan mental psikiatri baik dlm jumlah maupun kualitas.
D.
Issue Seputar Yankep
Mental Psikiatri
1. Pelayanan kep. Mental
Psikiatri, kurang dpt dipertanggung jawabkan karena masih kurangnya hasil2
riset keperawatan Jiwa Klinik.
2. Perawat Psikiatri, kurang
siap menghadapi pasar bebas karena pendidikan yg rendah dan belum adanya
licence untuk praktek yang diakui secara internasional.
3. Pembedaan peran perawat
jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman sering kali tdk jelas “Position
description.” job responsibility dan sistem reward di dlm pelayanan.
4. Menjadi perawat psikiatri
bukanlah pilihan bagi peserta didik (mahasiswa keperawatan).
E. Trend atau Isu Dimensi Spritual Keperawatan Jiwa
Kecepatan informasi dan mobilitas manusia di era modernisasi saat ini
begitu tinggi sehingga terjadi hubungan social dan budaya. Hubungan social
antar manusia dirasakan menurun akhir – akhir ini, bahkan kadang- kadang hanya
sebatas imitasi saja. Padahal bangsa Indonesia yang mempunyai / menjunjung
tinggi adat ketimuran sangat memperhatikan hubungan social ini. Dengan demikian
kita patut waspada dari kehilangan identitas diri tersebut. Perubahan yang
terjadi tadi dapat membuat rasa bingung karena muncul rasa tidak pasti antara
moral, norma,nilai – nilai dan etika bahkan juga hokum. Menurut Dadang Hawari (
1996 ) hal – hal tersebut dapat menyebabkan perubahan psikososial, antara lain
: pola hidup social religious menjadi materialistis dan sekuler. Nilai agama
dan tradisional diera modern menjadi serba boleh dan seterusnya.Perubahan yang
dirasakan dapat mempengaruhi tidak hanya fisik tapi juga mental, seperti yang
menjadi standar WHO ( 1984 ) yang dikatakan sehat tidak hanya fisik tetapi juga
mental,social dan spiritual. Standar sehat yang disampaikan oleh WHO tersebut
dapat menjadi peluang besar bagi perawat untuk berbuat banyak, karena mempunyai
kesempatan kontak dengan klien selama 24dimensi spiritual, konsep dalam
memberikan asuhan keperawatan spiritual dan proses keperawatan dimensi
spiritual.
Spritual menurut New Webster’s Dictionary ( 1981, hal. 1467 ) : spirit
berasal dari bahasa latin yaitu spirare. Spirare berarti hembus atau nafas.
Spirit ini merupakan bagian yang sangat prinsip dalam hidup manusia. Ia berada
dalam jasmani manusia, sebagai jiwa, dan terpisah dari tubuh saat manusia
meniggal. Hal tersebut sesuai dengan pengertian spirit dalam kamus bahasa
Indonesia ( Dep Dik Bud 1990 ) yang berarti jiwa, sukma atau roh sedangkan
spiritual berartikejiwaan, rohani, mental atau moral.
Merujuk dari pentingnya pengetahuan dan agama tersebut untuk jiwa yang
sehat banyak penelitian dilakukan di antaranya sebuah penelitian yang
mengatakan kelompok yang tidak terganggu jiwanya adalah yang mempunyai agama
yang bagus dan sebaliknya. Karl Jung telah menyimpulkan dari analisanya bahwa
mereka yang menderita penyakit mental mengalami suatu kekosongan rohani.
Terapinya terletak pada siraman keimanan yang kuat. Namun demikian upaya untuk
mewujudkan perawat yang professional di
Indonesia masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat
menyebabkan masih rendahnya peran perawat professional, diantaranya :
a. Keterlambatan pengakuan
body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan S1 keperawatan
pertama kali dibuka di UI, sedangkan di
negara barat pada tahun 1869.
b. Keterlambatan pengembangan
pendidikan perawat professional.
c. Keterlambatan system
pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan, lisensi )
Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan
akan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya
tujuan kesehatan “ sehat untuk semua pada tahun 2010.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa masalah
ekonomi merupakan salah satu masalah yang paling sering menyebabkan gangguan
jiwa di Indonesia. Himpitan ekonomi yang semakin besar dikarenakan penghasilan
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dapat menjadi salah satu
pencetus untuk seseorang bunuh diri. Saat ini masalah ganguan jiwa semakin
meningkat. Beban hidup yang semakin berat, diperkirakan menjadi salah satu
penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa. Terutama karena meningkatnya
harga-harga semua bahan pokok, BBM dan adanya era globalisasi.
Pada kasus diatas, klien yang bunuh diri tersebut,
penyebabnya adalah karena gangguan sosial atau lingkungan yang berupa stressor
psikososial yaitu masalah keuangan. Gangguan jiwa saat ini tidak hanya mengenai
orang-orang yang merupakan kalangan kelas bawah, tapi sekarang gangguan jiwa
dapat menyerang baik itu orang kalangan bawah, menengah maupun kelas atas. Jika
seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik dalam lingkungan dan tidak dapat
berusaha menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya maka seseorang akan
cenderung untuk mengalami gangguan jiwa.
Dari berbagai penyebab itulah maka satu demi satu akan
muncul tindakan-tindakan yang dapat dikatakan sebagai suatu penyelewengan atau
pengingkaran diri akan kondisi atau kenyataan yang ada. Pasien cenderung tidak
mampu menerima kondisi yang ada sehingga muncul suatu keinginan untuk melakukan
hal-hal yang tidak bertanggung jawab tersebut. Dan dalam kasus ini pun cenderung
akhir dari segala pengingkaran diri pasien adalah dengan melakukan bunuh diri.
Bunuh diri merupakan salah satu tindakan yang menjadi trend issue dalam
keperawatan jiwa. Tanpa dibatasi umur, status ekonomi, tingkat pendidikan
bahkan beban kerja yang dipikul bunuh diri menjadi suatu alternatif terakhir
dalam menyelesaikan masalah yang dianggap berat untuk dihadapi. Pola pikir
inilah yang seharusnya menjadi pusat garapan perawat-perawat jiwa untuk
meluruskan kembali persepsi yang berkembang di masyarakat mengenai tindakan
bunuh diri. Hal ini berguna untuk rehabilitasi pasien yang pernah mencoba untuk
melakukan tindakan tersebut dan juga untuk pencegahan terjadinya tindakan ini
yang semakin marak. Segala tindakan pencegahan dan rehabilitasi ini tentu akan
terlaksana dengan dukungan dari segala pihak baik pemerintah maupun bidang
kesehatan lainnya.
B.
Saran
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap
berbagai trend dan isu keperawatan jiwa di Indonesia sehingga dapat
dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar