Selasa, 12 Mei 2015

makalah Distritmia

BAB I
 PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Sistem kardiovaskuler merupakan salah satu sistem yang sangat penting dalam tubuh manusia, dimana dalam sistem ini berfungsi menyalurkan darah ke seluruh jaringan tubuh/organ manusia. Namun seiring berjalannya waktu, banyak di temukan berbagai penyakit yang menyerang sistem kardiovaskuler yang dapat mengganggu daya kerja jantung itu sendiri. Namun dalam hal ini hanya membahas satu diantara sejumlah penyakit tersebut yakni ”Distritmia” . Distritmia itu sendiri merupakan perubahan pada frekuensi dan atau irama jantung. Disritmia merupakan gangguan hantaran jantung dan bukan struktur jantung.

  1. Tujuan Pembahasan
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang penyakit distrimia yang di mulai dari pengertian, penyebabnya, patofisiologinya, tipe-tipe distritmia, sampai pada asuhan keperawatan penyakit tersebut.














BAB II
 PEMBAHASAN

1. Pengertian
Disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan atau irama jantung. Disritmia merupakan gangguan hantaran jantung dan bukan struktur jantung. Disritmia diberi nama berdasarkan tempat dan asal impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat, misalnya disritmia yang berasal dan nodus sinus dan frekuensinya lambat dinamakan sinus bradikardia.

2. Penyebab
§      Aktivitas normal (latihan), demam, syok, nyeri, stres/kecemasan, minuman (kafein, alkohol), nikotin.
§      gangguan metabolik, misalnya asidosis.
§      Ketidakseimbangan elektrolit terutama hipokalemia, hiperkalemia, Hipokalsemia.
§      Hypoxia, trauma, IMA, iskemia dan cedera miokard.
§      Intoksikasi digitalis, peningkatan TIK, CHF, penyakit jantung bawaan, penyakit katup jantung, tirotoksikosis, KP.

3. Patofisiologi
Otot jantung memiliki sifat fisiologis, yaitu eksitabilitas/daya rangsang, otomatisasi, konduktivitas/gaya konduksi dan kontraktilitas/ritmisasi. Jika terjadi ketidakseimbangan pada salah satu sifat dasar tersebut, maka terjadilah disritmia. Ketidakseimbangan tsb, disebabkan oleh berbagai penyebab diatas yang memungkinkan peningkatan / penurunan respon miokardium terhadap stimulus oleh saraf simpatis yang mempunyal efek meningkatkan frekuensi jantung, TD dan memperkuat kontraksi miokard maupun parasimpatis yang mempunyai efek sebaliknya yaitu memperambat frekuensi jantung,  menurunkan TD dan mengurangi frekuensi kontraksi.




4. Tipe - Tipe Disritmia
a. Sinus Bradikardia
Umumnya terjadi pada pada pasien IMA, stimulasi vagal/aktivitas parasimpatis berlebihan, hambatan pada konduksi SA node atau AV node, intoksikasi digitalis, peningkatan TIK, terapi propranolol/reserpin/metildopa, olahragawan berat, hipoendokrin, anoreksia nervosa, hipotermi, dapat terjadi CHF dan penurunan CO.
Gambaran EKG sama dengan irama sinus normal kecuali frekuensinya yang menurun menjadi 40 - 60 x/menit.
b. Sinus Takikardia
Dapat terjadi dalam respon terhadap stress, cemas, nyeri, demam, infeksi, hambatan arteri koroner, anemia, syok, CHF, hipovolemia, disfungsi katup, hipoksia, hipermetabolik, pengobatan parasimpatolitik.
Gambaran EKG : sama dengan irama sinus normal kecuali frekuensi yang lebih cepat  yaitu 100 – 180 x/menit.
c. Distrimia Atrium
¬  Kontraksi Prematur Atrium (PAC)
Iritabilitas otot atrium oleh kafein, alkohol, nikotin, stres, cemas, hipokalemia, cedera, infark, hipermetabolik, otot atrium yang teregang pada CHF. Jika jarang terjadi tidak diperlukan penatalaksanaan, jika sering terjadi (mis >6x/menit) dapat mengakibatkan disritmia serius yaitu Atrial Fibrilasi.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    60 - 100 x/menit.
Gel P                       :    Konfigurasi berbeda dan gel P yang berasal dan nodus  SA, impuls dilepaskan sebelum SA node.
Kompleks QRS        :    Normal / menyimpang / tidak ada.
Hantaran                  :    Normal
Irama                       :    Gel P terjadi lebih awal dalam siklus.
¬  Takikardi Atrium Paroksismal (PAT)
Ditandai oleh awitan dan penghentian mendadak. Disebabkan oleh emosi, nikotin, kafein kelelahan, pengobatan simpatomimetik, alkohol. Dapat menyebabkan penurunan CO dan CHF.
Gambaran EKG 
Frekuensi                 :    50 - 250 x /menit
Gel P                       :    Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gel P normal, dapat ditemukan pada awal gelombang T, interval PR memendek.
Kompleks QRS        :    Normal tapi dapat distorsi jika mengalami penyimpangan hantaran.
Hantaran                  :    Normal
Irama                       :    Reguler
¬  Fluter Atrium
Terjadi  bila ada titik fokus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls 250 - 400 x/menit.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    250 - 400 x/menit
Gel P                       :    Tidak ada, diganti dengan pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh fokus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat.
Kompleks QRS        :    Normal
Hantaran                  :    Normal
¬  Fibrilasi Atrium
Adalah kontraksi atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi. Berhubungan dengan aterosklerotik, penyakit katup jantung, CHF, tirotoksikosis, KP, penyakit jantung bawaan.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    350 - 600 x/menit
Gel P                       :    Tidak ada gel P yang jelas, interval PR tidak dapat diukur. Biasanya normal melalui ventrikel ditandai respon ventrikel ireguler sebab AV node tidak berrespon terhadap frekuensi atrium yang cepat.
Irama                       :    lreguler



d. Disritmia Ventrikel
¬  Kontraksi Prematur Ventrikel (PVC)
Terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel yang bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis, latihan, peningkatan sirkulasi katekolamin.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    60 - 100 x/menit
Gel P                       :    Tidak muncul karena impuls berasal dan ventrikel.
Komp QRS              :    Lebar , durasi lebih dari 0,10 detik.
Hantaran                  :    Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.
Irama                       :    Ireguler bila terjadi denyut prematur.
¬  Bigemini Ventrikel
Biasanya disebabkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit arteri koroner, IMA dan CHF.lstilah bigemini mengacu pada kondisi setiap denyut adalah prematur.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    kurang dan 90 x/menit
Gel P                       :    Dapat tersembunyi dalam kompleks QRS
Kompleks QRS        :    Lebar dan terdapat jeda kompensasi lengkap.
Hantaran                  : Normal, tetapi PVC selang seling pada ventrikel mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
Irama                       :    lreguler 
¬  Takikardia Ventrikel
Disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard seperti pada PVC. Biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner, terjadi sebelum fibrilasi ventikel. Kondisi ini sangat berbahaya.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    150 - 200 x/menit
Gel P                       : Tenggelam dalam QRS. bila terlihat tidak selalu mempunval pola sesuai QRS.
Komp QRS              :    Sama dengan PVC, lebar dan aneh dengan gelombang  T terbalik.
Hantaran                  :    Berasal dari ventrikel dengan hantaran retrograde.
Irama                       :    Reguler, biasa juga ireguler.
¬  Fibrilasi Ventrikel
Adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif, denyut jantung
tidak terdengar dan tidak teraba serta tidak ada respirasi. Dapat terjadi henti jantung dan kematian bila tidak segera dikoreksi.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    Cepat, tidak terkoordinasi, tidak efektif.
Gel P                       :    Tidak terlihat
Komp QRS              :    Cepat, undulasi ireguler tanpa pola yang khas, ventrikel hanya bergetar.
Hantaran                  :    Hantaran tidak terjadi /tidak ada kontraksi ventrikel sebab banyak fokus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama.
Irama                       :    Sangat ireguler
e. Abnormalitas Hantaran (Blok Jantung)
¬  AV Blok Derajat I
Berhubungan dengan penyakit jantung organik dan efek digitalis.
Biasanya terlihat pada IMA dinding inferior. Kondisi ini penting karena
dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    60 – 100 x/menit
Gel P                       :    Mendahului setiap QRS, interval PR >0,20 detik
Kompleks QRS        :    Normal
Hantaran                  :    Lambat
Irama                       :    Reguler
¬  AV Blok Derajat II
                 Disebabkan oleh penyakit jantung organik, IMA, intoksikasi digitalis
.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    30- 55 x/menit
Gel P                       :    Terdapat 2,3 atau 4 untuk setiap kompleks QRS.
Kompleks QRS        :    Normal
Hantaran                  :    Satu / dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.
Irama                       :    lambat dan reguler.
¬  AV Blok Derajat Ill
Berhubungan dengan penyakit jantung organik, intoksikasi digitalis dan IMA. Impuls berasal dan SA node tetapi tidak dihantarkan ke serabut purkinje.
Gambaran EKG
Frekuensi                 :    Atrium 60 - 100 x/menit, ventrikel 40 – 60 x/menit
Gel P                       :    reguler tetapi tidak berhubungan dengan QRS.
Komp QRS              :    Reguler
Hantaran                  :    SA node melepaskan impuls dan gel P dapat terlihat tetapi disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dan ventrikel bersifat ektopik.
Irama                       :    lambat tetapi reguler.
5. Manifestasi Klinis Distritmia
Pada dasarnya gejala klinis dan disritmia adalah berdasarkan tipe disritmia itu sendiri yang bermacam-macam dan akan dibahas selanjutnya. Namun demikian secara umum gejala yang dapat ditemukan adalah:
     a. Perubahan frekuensi jantung/tekanan darah, denyut nadi dapat tidak teratur, irama jantung tidak teratur, bunyi jantung tambahan.
     b.  Kelemahan, kelelahan, edema (dependen/umum), distensi vena jugularis, penurunan haluaran urine jika frekuensi jantung menurun berat.
     c.  Cemas, takut, gclisah, rnenangis, gugup, pusing, sakit kepala, perubahan status mental.
     d. Anoreksia, mual/muntah, perubahan BB, perubahan kelembaban kulit.
     e. Nyeri dada, dispnu, bunyi nafas tambahan, batuk, hemoptisis.
     f.   Demam, kemerahan kulit, inflamasi, eritema, kehilangan tonus otot.
     g. Adanya riwayat IM sebelumnya, kardiomiopati, CHF, penyakit katup jantung dan hipertensi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
     a. Fokus utama pengkajian adalah pada disritmia itu sendiri dan pengaruhnya terhadap curah jantung.
     b.  Riwayat kesehatan pasien sinkop (dahulu dan sekarang), kepala ringan, pusing, kelelahan, nyeri dada dan palpitasi.
     c. Pengkajian fisik : kaji tanda-tanda pengurangan curah jantung (kulit pucat/dingin, dsb), tanda-tanda retensi cairan (distensi vena jugularis, krekels, wheezing), frekuensi dan irama jantung di apeks/perifer, suara jantung tambahan, TD dan nadi.
     d. Pengkajian psikososial : kedaan mental, kecemasan, takut, dll.
     e. Pengkajian diagnostik:
     EKG                        :    Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektroIit dan obat jantung.
     Foto dada                :    Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disFungsi ventrikel atau katup.
     Elektrolit                  :    Peningkatan atau penurunan K, Ca dan Mg.
     Pemeriksaan obat     :    Dapat menyatakan toksisitas obat jantung.
     Tiroid                       :    Peningkatan / penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan/meningkatkan disritmia.
     GDA                        :    hipoksemia dapat menyebabkan disritmia.
     Laju sedimentasi      :    Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut seperti endokarditis.

2. Diagnosa Keperawalan Yang Dapat Muncul
     a. Penurunan curah jantung b.d gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
     b.  Kurang pengetahuan tentang pcnyebab/kondisi dan pengobatan b.d kurang informasi, salah pengertian, tidak mengenal sumber informasi, kurang kognitif.
3. Intervensi Keperawatan
     a. Pantau TTV, kaji keadekuatan curah jantung, perfusi jaringan, perubahan warna kulit dan suhu, tingkat kesadaran dan haluaran urine selama episode disritmia.
     b.  Observasi nadi (radial, femoral, karotis, dorsalis pedis), catat frekuensi, irama, amplitudo. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal.
     c. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi dan irama serta adanya bunyi tambahan.
     d. Tentukan tipe disritmia (bila pantau jantung tersedia).
     e. Berikan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung dan aktivitas terutama saat fase akut.
     f. Ajarkan dan atan dorong pcnggunaan manajemen stres (relaksasi, bimbingan imajinas, nafas dalam).
     g.  Pantau adanya nyeri dada, catat karakteristik, faktor penghilang/pemberat dan petunjuk nyeri nonverbal.
     h. Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru jika diperlukan sesuai indikasi.
     i.   Jelaskan masalah disritmia dan tindakan terapeutik yang dibutuhkan pada pasien/orang terdekat.
     j.   Jelaskan tentang obat-obat (dosis, cara minum, waktu, efek merugikan, dll).
     k.  Ajarkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat, catat nadi sebelum minum obat dan sebelum latihan.
     l.   Identifikasi situasi yang memerlukan intervensi medis cepat.
     m. Kolaborasi pemeriksaan lab (elektrolit), kadar obat, pemberian oksigen. terapi kalium dan antidisritmia, pemasangan infus.
     n. Kolaborasi : persiapan prosedur diagnostik invasif/pembedahan sesuai indikasi.









BAB IV
PENUTUP

a.    Kesimpulan
Disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan atau irama jantung. Disritmia merupakan gangguan hantaran jantung dan bukan struktur jantung.
     Penyebabnya yakni dapat berupa:
¬   Aktivitas normal (latihan), demam, syok, nyeri, stres/kecemasan, minuman keras, gangguan metabolik, hypoksia.
¬   IMA, iskemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan penyakit jantung lainnya.
Patofisiologinya yakni adanya ketidakseimbangan pada salah satu sifat dasar otot jantung seperti, konduktivitas/gaya konduksi dan kontraktilitas/ritmisasi, yang dapat memungkinkan peningkatan / penurunan respon miokardium terhadap stimulus oleh saraf simpatis.
Tipe-tipe distritmia :
  1. Sinus Bradikardia
  2. Sinus Takikardia
  3. Distritmia atrium
  4. Distrimia ventrikel
  5. Abnormalitas hantaran (blok jantung)

b.    Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kekeliruan baik dari segi penulisan maupun bahasa yang digunakan, untuk itu kami dari penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehigga dalam penulisan makalah berikutnya akan lebih baik.





Efusi Pleura

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Sistem pelayanan perawat berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan kebutuhan masyarakat. Masyarakat umum makin terampil dan Iebih mempunyai pengetahuan tentang peralatan kesehatan serta peningkatan kesehatan, keadaan ini dirangsang oleh siaran TV, Surat kabar, dan media komunikasi lainnya, sehingga masyarakat menjadi sadar akan kesehatan dan secara mulai mempunyai keyakinan yang besar bahwa kesehatan dan pelayanan kesehatan merupakan hak dasar dan bukan sekedar fasilitas untuk sekelompok orang tertentu saja.
Dewasa ini banyak kasus yang membutuhkan tindakan keperawatan yang berkualitas. Salah satu kasus yang banyak terjadi di masyarakat adalah gangguan sistem pernapasan dari sekian bunyak kasus tentang sistem pernapasan. Salah satu kasus yang perlu diperhatikan dan perawatan adalah kasus dengan gangguan sistem pernafasan “EFUSI PLEURA”

b. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan yang berkualitas dan bermutu terutama pada klien dengan gangguan sistem pernafasan”EFUSI PLEURA”
2. Tujuan Khusus
1.    Menambah pengetahuan Mahasiswa mengenai Askep pada klien dengan gangguan sistem pernafasan “EFUSI PLEURA”.
2     Menjadi masukan dan bahan informasi serta koreksi kepada mahasiswa dan institusi pendidikan untuk peningkatan skill atau kemampuan dan ilmu pengetahuan khususnya dibidang keperawatan.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik
a. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan parietal yang merupakan proses penyakit sekunder terhadap penyakit lain. (kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid I. 2002).
Secara normal ruang pleura mengandung scjumlah kecil cairan (5 - 5 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (gesekan).

b. Etiologi
1.    Neoplasma seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik
2.    Kardiovaskuler seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonari dan Perikarditis
3.    Penyakit pada abdomen seperti pankreatitis, asites, abses, dan sindrom meigs
4.    Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus jamur, mikrobakterial dan parasit pada jaringan paru. Misalnya TBC, pneumonia dan bronko pneumonia
5     Trauma thoraks
6.    Lain-lain seperti lupus eritematiosus sistemik, reumatoid, artritis, sindrom nekrotik dan uremia.
c. Patofisiologi
Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada titik dimana penumpukan akan menjadi secara klinik, dan hampir selalu merupakan signifikan patologi. Efusi dapat terjadi atas cairan yang relatif jernih yang merupakan transudat atau eksudat atau dapat mengandung darah atau purulent.
Transudat (filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleural tertampung biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik.
Transudat menandakan bahwa kondisi seperti asites atau penyakit sistemik seperti gagal jantung kongestif atau gagal ginjal mendasari pengumplan cairan eksudat (ekstravarasi cairan kedalam jaringan) biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang mengenai permukaan pleural.
d. Manifestasi Klinik
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebahkan oleh penyakit dasar.  Pneumonia akan menycbabkan demam, mengigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi maligna dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan dan menunjukan bunyi minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi nafas, pekak saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Defiasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukkan cairan pleural yang signifikan, Bila terjadi efusi pleura kecil sampai sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultra sound, pemeriksaan fisik torakosintesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amilase, laktat dihidrogenase [LDH], protein), analisis sitologi untuk sel-sel maligna dan PH, biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
e. Penatalaksanaan
1.    Dranaise cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif  seperti nyeri, dispnu, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1- 1 ,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran  cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
2.    Anti biotik jika terdapat empisema
3.    Pleurodesis
4.    Operatif
5.    Pemasangan WSD :
¬  Selang dada bekerja scbagai drain untuk mengeluarkan udara atau cairan dan untuk membuat tekanan negatif intrapleural, yang berfungsi untuk mencegah udara luar masuk kedalam sistem.

B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian data dianggap sebagai dasar dalam proses keperawatan yang kegiatanya bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai klien proses pengkajian terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a. Pengumpulan data, informasi yang harus dikumpulkan adalah sebagai berikut :
  1. Identitas klien
  2. Identitas penanggung jawab
  3. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :
-  Riwayat kesehatan sekarang meliputi
-  Alasan kunjungan / keluhan utama
• Batuk
• Mudah lelah
• Nyeri dada
• Apnea
• Dispnea
• Takipnea
- Faktor pencetus
• Infeksi saluran pernafasan
• Penyakit kardiovaskuler
• Neoplasma

• Penyakit pada abdomen
• Trauma thoraks.
- Lamanya keluhan
- Timbulnya keluhan
- Faktor yang memperberat
- Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.
- Riwayat Kesehatan masa lalu
-           Riwayat atau dengan infeksi saluran pernafasan kronik
-          Riwayat atau dengan gangguan kardiovaskuler seperti CHF (Congestif heart Failure).
-           Riwayat atau dengan adanya trauma pada daerah thoraks
- Riwayat Kesehatan Keluarga
-           Adanya penyakit kongenital seperti gangguan kardiovaskuler.
4. Riwayat Lingkungan
5. Aspek Psikososial
6. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara :
Inspeksi      : kulit daerah dada perlu diamati secara seksama untuk mengetahui adanya     edema atau tonjolan (tumor).
Palpasi        :    Mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa peradangan, kesimetrisan, ekspansi, dan tactil vremitus.
Perkusi        :    Suara atau bunyi perkusi pada paru-paru orang normal adalah resonan yang terdengar seperti “dug dug dug” pada kedaan tertentu bunyi resonan ini dapat menjadi lebih atau kurang resonan mis : pada keadaan terjadi konsolidasi maka bunyi yang dihasilkan adalah kurang resonan yang terdengar adalah suara seperti ‘‘bleng bleng bleng”.

Auskultasi  :    Untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara dan mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.
7. Pengkajian data dasar pasien
     a. Aktivitas istrahat
Gejala            :    Dispnea dengan aktivitas maupun istrahat
b. Sirkulasi
Gejala            :    Takikardi, frekuensi tak teratur/distritmia, irama jantung atau galop, hipertensi dan hipotensi
c. Integritas ego
Tanda            :    Ketakutan dan gelisah
d. Makanan dan cairan
Tanda            :    Adanya pemasangan IV Vena sentral
e. Nyeri atau kenyamanan
Gejala            :    Nyeri dada unilateral, meningkatkan karena pernafasan, batuk tiba-tiba, gejala regangan tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernafasan
Gejala            :    Kesulitan bernafas, batuk
Tanda            :    Pernafasan peningkatan frekuensi, peningkatan kerja nafas, fremitus menurun, bunyi nafas menurun atau tak ada, gerakan dada tidak sama, berkeringat, pucat, sianosis, ansietas, gelisah, bingung dan pingsan.
g. Keamanan
Gejala            :    Adanya trauma dada, radiasi/kemoterapi untuk keganasan


h. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala            : Riwayat faktor resiko keluarga seperti, tuberkulosis dan kanker, adanya bedah intratorakal.
b. Analisa Data : Dibuat berdasarkan klasifikasi data yang diambil pada pengumpulan data dan masalah.

2. Diagnosa Keperawatan
          Adapun diagnosa keperawatan atau yang mungkin muncul yaitu :
1.    Pola nafas tidak efektip berhubungan dengan penumpukan cairan pada rongga paru, nafas pendek  dan iritasi jalan nafas.
2.    Gangguan kebutuhan dan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual  anoreksia.
3.    Resiko tinggi inpeksi berhubungan dengan kurang perawatan luka steril, pemasangan selang WSD.
4.    Gangguan kebutuhan istrahat/tidur berhubungan dengan meningkatnya kerja otot pernafasan.
5.    Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang keadaan penyakit dan proses penyakit.
6.    Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia pola nafas tidak efektif dan banyaknya energi yang digunakan untuk bernafas.
3. Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektip berhubungan dengan penumpukan cairan pada rongga paru, nafas pendek  dan iritasi jalan nafas.
Setelah di lakukan intervensi selama 2 x 24 jam maka klien akan menunjukan pola nafas efektif dengan kriteria hasil:
- Klien tidak sesak
- Respiratori normal 16 - 24 x / menit



Intervensi
1. Observasi Pola Nafas
Rasional    :    untuk mengetahui perubahan pernafasan yang dialami oleh klien dan acuan untuk tindakan selanjutnya.
2. Beri posisi semifowler
Rasional     :    meningkatkan ekspansi paru dan sirkulasi darah balik
3. Anjurkan kepada klien untuk minum air hangat
Rasional     :  air hangat dapat mengurangi akumulasi sekret pada daerah bronkus.
4. Anjurkan klien untuk latihan nafas dalam
Rasional     :    Membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan membantu mengontrol dipsnea.
5. Anjurkan pada klien untuk beristirahat lebih banyak dan tidak melakukan aktivitas berlebihan.
 Rasional    :    Akan menambah kerja paru dalam pemenuhan kebutuhan O2 dalam tubuh.
6. Beri HE pada klien dan keluarga tentang tujuan dan tindakan yang telah dilakukan
Rasional     :    Agar klien mengetahui serta bekerja sama dengan perawat dalam pemberian pelayanan kesehatan demi kesembuhan klien itu sendiri

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kubutuhan berhubungan dengan mual anoreksia
Setelah dilakukan intervensi 2 x 24 jam maka klien akan menunjukan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil:
-  Nafsu makan baik
- Tidak terdapat tanda-tanda mal nutrisi
-  Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi
  1. Kaji pola nutrisi klien
Rasional     :    Mengidentifikasi pola nutrisi dan acuan untuk tindakan selanjutnya.
2.    Timbang BB tiap hari
 Rasional    :    Mengidentifikasi tanda-tanda malnutrisi
3.    Beri porsi makan sedikit tapi sering
Rasional     :    Merangsang peristaltik usus dan mencegah regurgitasi
4.    Beri makan yang berfungsi sesuai toleransi
Rasional     :    Menambah selera makan / nafsu makan
5.    HE kepada klien tentang pentingnya nutrisi bagi kesehatan
Rasional     :    Memberi pengetahuan sangat memotivasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi semakin meningkat.
6.    Kolaborasi dengan tim medis tentang pcnatalaksanaan pemberian vitamin
Rasional     :    Vitamin dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan sebagai sumber energi

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurang perawatan luka steril, pemasangan selang WSD.
Setelah dilakukan intervensi selama 2 hari maka klien akan menunjukan tanda- tanda lnfeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- KU klien baik
- tak terdapat tanda-tanda infeksi
- Selang WSD terbuka
Intervensi
1. Observasi TTV
Rasional   :    Mengetahui KU klien dan acuan tindakan selanjutnya
2. Observasi luka dan tempat pemasangan WSD
Rasional   :    Mengidentifikasi adanya infeksi pada darah luka

3. Anjurkan kepada klien untuk tidak memegang daerah OP
 Rasional  :    Mengurangi resiko tcrjadinya infeksi skunder /nosokomial
4. Anjurkan kepada klien untuk tidak menarik-narik selang WSD.
 Rasional  :    Mencegah terjadinya infeksi dan terlepasnya selang WSD
5. HE kepada klien tentang tindakan yang dilakukan terhadap penegakan infeksi melalui pemasangan selang WSD.
  Rasional : Memberi pengetahuan dan menjalin hubungan komunikasi terapeutik dengan klien
6. Ganti verban tentan pemasangan WSD dengan tehnik aseptik
  Rasional :    Mengurangi resiko infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka
7. Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian antibiotik sesuai indikasi
  Rasional : Mengurangi pertumbuhan mikroorganisme patogen yang menyebarkan  infeksi dan mencegah infeksi.

4. Gangguan kebutuhan istrahat/tidur berhubungan dengan meningkatnya kerja otot-otot pernafasan.
Setelah dilakukan intervensi 2 x 24 jam maka klien akan menunjukan kebutuhan istrahat terpenuhi dengan kriteria hasil:
- Kebutuhan istrahat terpenuhi
- skelera mata putih
Intervensi
1. Kaji pola tidur klien
 Rasional  : Menidentifikasi lama tidur dan acuan untuk tindakan selanjutnya
2. Beri suasana/lingkungan yang tenang
  Rasional :  Memberi kesempatan kepada klien untuk beristirahat
3. Beri aktivitas hiburan
 Rasional  :  Mengurangi stress dan media pengantar tidur
4. Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian obat tidur
  Rasional : Mengurangi aktivitas saraf simpatis dan mengaktifkan kerja saraf parasimpatis

5. Cemas berhubungun dengan pengetahuan tentang keadaan penyakit dan proses pengobatan
Setelah dilakukan intervensi 2 x 24 jam maka klien akan menunjukan/mengatakan cemas berkurang dengan kriteria hasil:
- klien tidak cemas
- klien tidak bingung
- klien tidak gelisah
Intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan klien
  Rasional : Mengetahui tingkat kecemasan dan acuan tindakan selanjutnya.
2. Beri informasi yang tepat dan akurat pada klien tentang status penyakitnya.
   Rasional     : Mengurangi stress psikologi dan meningkatkan pertahanan koping 
3. Lakukan komunikasi Iangsung dengan klien
   Rasional     :  Menjalin hubungan yang terapeutik dengan klien.
4. Datangkan ahli spiritual jika perlu.
   Rasional     :  Motipasi spritual dapat meningkatkan pertahanan koping
5. Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian obat anti depresi
  Rasional : Memberi kesempatan untuk beristirahat dan mempercepat penyembuhan.

6. Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia, pola nafas tidak efektif dan banyaknya energi yang digunakan untuk bernafas.
Setelah dilakukan intervensi 2 x 24 jam maka klien akan menunjukan dapat beraktivitas secara normal dengan kriteria:
- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik
- KU baik
Intervensi
1. Kaji pola pergerakan/aktivitas klien
  Rasional :  Untuk mengetahui kemampuan gerak klien dan sebagai acuan dalam tindakan selanjutnya.
2. Ajarkan pada klien untuk melakukun latihan napas dalam
  Rasional :  Memperbaiki ekspansi paru dan menurunkan resiko komplikasi paru.
3. Bantu klien melakukan aktivitas yang tidak dapat dilakukan sendirian
  Rasional : Untuk mcmberikan kemudahan pada klien sehingga merasa diperhatikan oleh perawat
4. Beri HE tentang tehnik relaksasi
   Rasional     : Agar klien mengetahui tentang pentingnya relaksasi untuk mengurangi kekakuan.
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan gerak. Sesuai indikasi
  Rasional : Membantu melatih otot agar tidak mengalami kekakuan sehingga meningkatkan kemampuan gerak.

4. Implementasi
Merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan pada klien dengan rencana yang tclah ditentukan. Pada tahap ini perawatan menerapkan ilmu dan kiat keperawatan berdasarkan proses keperawatan yang dilakukan terus menerus guna pcnyesuaian dengan rencana tindakan yang ditetapkan.

5. Evaluasi
Bertitik tolak pada masalah dan tujuan yang ditetapkan atau direncanakan dan merupakan hasil yang akan dicapai. Evaluasi tindakan harus diikuti dengan kriteria yang telah dicapai berdasarkan tujuan dan termasuk catatan perkembangan untuk mengetahui atau hasil tindakan yang telah dilakukan

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan dari pemaparan diatas di simpulkan bahwa :
  1. Efusi pleura merupakan penumpukan cairan didalam rongga pleura. Selain cairan dapat pula terjadi penumpukan pus atau darah. keluhan yang biasa timbul adalah pekak, permitus melemah.
  2. Berdasarkan pengkajian tersebut didapatkan 6 diagnosa keperawatan yang dapat muncul :
¬  Pola nafas tidak efektip berhubungan dengan penumpukan cairan pada rongga paru, nafas pendek  dan iritasi jalan nafas.
¬  Gangguan kebutuhan dan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual  anoreksia.
¬  Resiko tinggi inpeksi berhubungan dengan kurang perawatan luka steril, pemasangan selang WSD.
¬  Gangguan kebutuhan istrahat/tidur berhubungan dengan meningkatnya kerja otot pernafasan.
¬  Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang keadaan penyakit dan proses penyakit.
¬  Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia pola nafas tidak efektif dan banyaknya energi yang digunakan untuk bernafas.

b. Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kekeliruan baik dari segi penulisan maupun bahasa yang digunakan, untuk itu kami dari penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sehingga dalam penulisan makalah berikutnya akan lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA
1.    Junadi, Purnawan, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Media Aesculapius FKUI: Jakarta.
2.    Doengus, M.E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
3.    Nurachman. E dan Sudarsono. R.S. 2000. Prosedur Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta.
4.    Silvia, A, Piarce. 1995. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit. Jakarta