Kamis, 12 April 2012

askep chepalgia


A. Pengertian
Cepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).

B. Klasifikasi dan Etiologi
Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:
  1. Migren (dengan atau tanpa aura)
  2. Sakit kepal tegang
  3. Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal.
  4. Berbagai sakit kepala yang dikatkan dengan lesi struktural.
  5. Sakit kepala dikatkan dengan trauma kepala.
  6. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan subarakhnoid).
  7. Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler (mis. Tumor otak).
  8. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
  9. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
  10. Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
  11. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
  12. Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)

C. Patofisiologi
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa :Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
  • Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
  • Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
  • Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada
  • infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat
  • vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
  • Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis).
  • Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
  • Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii (ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.
  • Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.
D. Manifestasi Klinis

1. Migren

Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab
migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.

Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala
dam pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
* Fase aura.

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan responsivitas CO2.

* Fase sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi,
beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.

* Fase pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit
kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

2. Cluster Headache

Cluster Headache adalah beentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya.
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap klorpromazin.

3. Tension Headache

Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang.
Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang menutupi kepala”.
Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan
simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Chefalgia A. Pengkajian
Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari sakit kepala.

1. Data Subyektif
* Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya.
* Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.
* Langkah – langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.
* Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri, lama dan interval diantara sakit kepala.
* Awal serangan sakit kepala.
* Ada gejala prodomal atau
tidak.
* Ada gejala yang menyertai.
* Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren).
* Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah.
* Ada alergi atau tidak.

2. Data Obyektif
* Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.
* Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari – hari.
* Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf
cranial.
* Suhu badan
* Drainase dari sinus.
Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya ialah :
* Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit kepala migrain atau gangguan organik.
* Sakit kepala yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh penyebab psikologis atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
* Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi kesisi yang lain.
* Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya timbil pada waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut
membengunkan pasien dari tidur.
* Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi lebih buruk.
* Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.
* Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada, sering terjadi pada sakit kepala yang psikogenis.
* Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya bertambah
terus.
* Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala bisa didahului makan makanan yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat, tyramine
demikian juga alkohol.
* Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam limngkungan kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab sakit kepala.
* Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.
* Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.

B. Diagnostik
  • CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
  • MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
  • Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.
B. Diagnosa Keperawatan
  1. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
  2. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
  3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
C. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :

* Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan, dan obat dan/atau terapi apa yang telah digunakan.
* Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ), karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan.
* Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak / meningeal / infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi atau trauma.
* Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan darah.
* Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang.
* Evaluasi perilaku nyeri
* Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas, penurunan berat badan.
* Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti mengisolasi diri.
* Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat, seperti asuransi, pasangan/keluarga.
* Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orang terdekat.
* Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu
timbul.
* Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.
* Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.
* Berikan kompres dingin pada kepala.
* Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan.
* Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan.
* Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, biofeedback, hipnotik sendiri, dan reduksi stres dan teknik relaksasi yang lain.
* Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif “Saya sembuh, saya sedang relaksasi, Saya suka hidup ini”. Sarankan pasien untuk menyadari dialog eksternal-internal dan katakan “berhenti” atau “tunda” jika muncul pikiran yang negatif.
* Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang mengandung karbonat sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan
relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
Intervensi

* Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan yang daoat diajarkan.
* Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.
* Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi bagaimana sakit kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini.
* Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.
* Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penagnan, dan hasil yang diharapkan.
* Kolaborasi : Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
Intervensi :

* Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui.
* Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi, seperti stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap makanan/lingkungan tertentu.
* Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali kebutuhan untuk menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi.
* Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program kegiatan/latihan , makanan yang dikonsumsi, dan tindakan yang menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan sebagainya.
* Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.
* Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat relaksasi dan bersenang-senang.
* Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai dan tertawa/tersenyum.
* Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.
* Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya.
* Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk.
* Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak nyata dan/atau terapi yang bukan terapi medis.

askep efusi pleura

KATA PENGANTAR


            Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun belum bisa dikatakan sempurnah.
                  Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini, penulis banyak menemukan kesulitan, namun berkat ketekunan dan kemauan yang keras serta penjelasan dari dosen pembimbing dan semua pihak, maka penyusunan makalah ini dapat terwujud dengan baik dan lancar. 
                  Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis  mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif, yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Dan selanjutnya perkenankan penulis menyampaikan rasa hormat dan terimah kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1.      Arsyaidar Habri, SKM selaku dosen KMB II Askep Pernapasan Akper Pemda Kab. Konawe, yang telah memberikan penjelasan dan motifasi serta bimbingan sehingga kita dapat mengetahui tentang makna yang terkandung dalam makalah yang penulis buat.  

2.      Para rekan – rekan tingkat IIb Akper Pemda Kab. Konawe Yang telah membantu dan mendukung proses kegiatan belajar mengajar ini.


Unaaha, 10 Desember 2009
Penulis

= KELOMPOK V =
Tingkat IIb

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………………....            i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. 1
                                                                                                                                               
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… 2

BAB    I           Pendahuluan ………………………………………………………………. 3

A.    Latar belakang ……………………………………………………..…………..  3
B.   Permasalahan ………………………………………………….……………… 4
B.     Tujuan penulisan …………………………………………….………………..  4

BAB     II         Pembahsan / Tinjauan teoritis……………………………………………... 6

A.    Devinisi efusi pleura………..………………………….………………….……  6
B.   Etiologi …………………………………………………….………………….. 6
C.  Tanda dan gejala .………………………………………….…………………..  8
D.  Patofisiologi ………………………………………………………………..…..  8
E.     Pemeriksaan diagnostik ………………………………………………………     9
F.   Penatalaksanaan ………………………...…………………….………………  10
G.  Water seal drainase ( WSD ) ….…………………………..…………………..   11
H.    Penyimpangan KDM ………………………………………..………………... 12

BAB    III        Rencana Asuhan Keperawartan …………………………………………..  13

BAB    IV        Tinjaun Kasus  ……………. ……………………………………..………. 25

BAB     V        Penutup …………………………………………………………………… 31

A.          Kesimpulan………………………………………………………………... 31
B.           Saran ………………………………………………………………………  32

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 32

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang


            Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

            Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.
B.  Permasalahan

Adapun permasalahan yang muncul dari makalah ini adalah :
1.      Apa definisi dari efusi pleura ?
2.      Bagaimana etiologi efusi pleura ?
3.      Apa tanda dan gejalanya ?
4.      Bagaimana patofisiologi efusi pleura ?
5.      Apa pemeriksaan diagnostik efusi pleura ?
6.      Bagaimana penggunaan Water Seal Drainase (WSD) ?
7.      Pengkajian pada pasien dengan efusi pleura ?
8.      Bagaimana penatalaksanaannya ?
9.      Bagaimana penyimpangan KDM efusi pleura ?
10.  Bagaimana tinjauan kasus pada penyakit efusi pleura ?
11.  Bagaimana rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura ?

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Mahasiswa dan mahasiswi mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien  yang menderita penyakit efusi pleura.
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus makalah ini adalah mahasiswa / i dapat melakukan dan menentukan :
a. Pengkajian pada klien  yang menderita efusi pleura
b. Diagnosa Keperawatan pada klien
c. Rencana tindakan pada klien  yang menderita efusi pleura
d. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien yang menderita efusi pleura
e. Evaluasi keperawatan pada klien yang menderita efusi pleura
f. Mengidentifikasikan faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan asuhan  keperawatan pada klien yang menderita efusi pleura


















BAB II
PEMBAHASAN / LANDASAN TEORITIS

A.     Definisi

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

B.     Etiologi
  1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
  2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
        Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
        Penurunan tekanan osmotic koloid darah
        Peningkatan tekanan negative intrapleural
        Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

Penyebab lain dari efusi pleura adalah: Gagal jantung
# Kadar protein darah yang rendah
# Sirosis
# Pneumonia
# Blastomikosis
# Koksidioidomikosis
# Tuberkulosis
# Histoplasmosis
# Kriptokokosis
# Abses dibawah diafragma
# Artritis rematoid
# Pankreatitis
# Emboli paru
# Tumor
# Lupus eritematosus sistemik
# Pembedahan jantung
# Cedera di dada
# Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
# Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.

C.     Tanda dan Gejala

      Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
      Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
      Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
      Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
      Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
      Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D.    Patofisiologi

Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

E.     Pemeriksaan Diagnostik

      Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
      Ultrasonografi
      Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
      Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH. Cairan pleura berwarna kekuning-kuningan Bila agak kemerah-merahan dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila Kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema.
Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena ameba.
      Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
*     Biokimia : basil tahan asam (untuk tuberculosis), hitung sel darah merah dan putih, kadar
pH, glukosa, amilase.
*     Sitologi : sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar dengan
banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
*     Bakteriologi

F.      Penatalaksanaan medis

    Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
    Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
   Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
   Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
   Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

G.    Water Seal Drainase (WSD)
1.      Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada. 
2.      Indikasi
a.       Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b.      Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c.       Torakotomi
d.      Efusi pleura
e.       Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi 
3.      Tujuan Pemasangan
        Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
        Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
        Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
        Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
4.      Tempat pemasangan
a.       Apikal
      Letak selang pada interkosta III mid klavikula
      Dimasukkan secara antero lateral
      Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b.      Basal
      Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
      Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

5.      Jenis WSD
     Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks
    Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal.
    System tiga botol Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system

dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

I.    Patofisiologi Penyimpangan KDM


 
PE     Permeabilitas Kapiler


 

                                                                  Masuknya bakteri progenik                    Peradangan pd permukaan pleura







 
Penurunan permukaan epektif paru                             Gangguan sirkulasi                    Risiko terjadiya infeksi








 
Kerusakan membran alveolar-kapiler               Kurangnya absorbsi getah bening








 
Risiko terjandinya kerusakan pertukaran gas

Penumpukan cairan dirongga pleura



 
Pemasangan pipa inkubasi                                                                                   Kurangnya pendidikan pencegahan







 
       Gangguan Muskuloskeletal                          Penurunan ekspansi paru  Gangguan sistem drainase dada
 
       Trauma jaringan, factor fisik                                      Sesak napas                                           Proses cedera
              dan biologis
                                                                   Pola Pernapasan Tidak Efektif                                          
               Nyeri dada                                              
                                                                              Napsu makan menurun
                                                                                                                                             Resiko tinggi trauma/
                                                                                          Anoreksia                                            Henti napas
Gangguan Kebutuhan Istirahat
Dan Tidur                                                         Gangguan Pemenuhan      
                                                                               Kebutuhan Nutrisi          
BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Pola Fungsi
 
1.      Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
• Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
• Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2.      Pola nutrisi dan metabolisme
• Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
• Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
• Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

3.      Pola eliminasi
• Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
• Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

4.      Pola aktivitas dan latihan
• Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
• Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
• Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
• Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.

5.      Pola tidur dan istirahat
• Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,
• Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

6.      Pola hubungan dan peran
• Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
• Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Pola persepsi dan konsep diri
• Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah.
• Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
• Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya

7.      Pola sensori dan kognitif
• Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.

8.      Pola reproduksi seksual
• Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

9.      Pola penanggulangan stress
• Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu
mengenai penyakitnya.

  1. Pola tata nilai dan kepercayaan
    • Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan
.
  1. Pemeriksaan Fisik
    • Status Kesehatan Umum
    • Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
    umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
    • Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

  1. Sistem Respirasi
    Inspeksi
    • Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
    • Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
    • Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
    • Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
    • Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)

  1.  Sistem Cardiovasculer
    • Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
    • Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
    • Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
    • Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
    adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

  1. Sistem Pencernaan
    • Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
    • Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
    5-35 kali permenit.
    • Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
    massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.
    • Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).

  1. Sistem Neurologis
    • Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau
    comma.
    • Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
    • Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
    penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

  1. Sistem Muskuloskeletal
    • Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial • Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
    capillary refil time.
    • Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

  1. Sistem Integumen
    • Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effuse biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
    • Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor
    kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

B.  Diagnosa Keperawatan

1.    Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
-         Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
-         Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
        Identifikasi etiologi atau factor pencetus
        Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
        Auskultasi bunyi napas
        Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
        Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
        Bila selang dada dipasang :
a.       periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b.      Observasi gelembung udara botol penampung
c.       Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d.      Awasi pasang surutnya air penampung
e.       Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
        Berikan oksigen melalui kanul/masker
Rasional :
a) Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret.
b) Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan perawatan dan
    pengobatan selanjutnya.
c) Mengetahui sendini mungkin perubahan pada bunyi napas.
d) Membantu mengembangkan paru secara maksimal.
e) Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar.
f) Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan 
    memperbesar ukuran lumen trakeobroncial.

2.     Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
-         Pasien mengatakan nyeri berkurang  atau dapat dikontrol
-         Pasien tampak tenang
Intervensi :
        Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
        Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
        Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
        Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
        Berikan analgetik sesuai indikasi

      3.    Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
Tujuan : jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
- klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- klien dapat mempertahankan jalan nafas
- pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit).
Intervensi
:
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman 
    penggunaan otot aksesori.
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan
    untuk nafas dalam.
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi.
f) Lembabkan udara respirasi.
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
    kortikosteroid.
 Rasional :
a) Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan
    akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
    menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan.
b) Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh
    kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
c) Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan.
    Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk
    dilakukan.
d) Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu
    mengeluaran sekret.
e) Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah
    dilakukan.
f) Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.
g) Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen    
   percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia.

4.   Diagnosa Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
- Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium
        dalam batas normal.
Intervensi
:
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
    
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya,
          agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
    
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya 
          gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
    
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
    
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
   
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
          memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
  
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
          antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium 
          alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, 
          putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
   
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
          lemak dalam tubuh.

5.    Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
-         Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
-         Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
        Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
        Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
        Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup  
        steril sesuai kebutuhan
        Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
        Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.

6.   Resiko terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar – kapiler.
 Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
 Kreteria hasil :
- Melaporkan tentang adanya / penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
Intervensi :
a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan
          terbatasnya ekspansi dinding dada
b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit,
          termasuk membran mukosa
c) Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi
d) Tingkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
          keperluan
e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasional :
a) TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
           inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai
           distress pernapasan
b) Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan
           jarigan
c) Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu
          menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek
d) Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat
           menurunkan beratnya gejala
e) Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2
          menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan 
          ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.

7.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
-         Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
-         Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
        Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
        Identifikasi  kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
        Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
        Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien










BAB IV
TINJAUAN KASUS
            Pada bab ini kami sekelompok akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan praktek  yang timbul pada pasien dengan penyakit efusi pleura adalah sebagai berikut :

PENGKAJIAN DATA DASAR

Ruangan                        : Seruni
Rumah sakit                   : RSUD PROPINSI
Tanggal pengkajian        : 28 juli 2009

              I.      IDENTITAS DIRI KLIEN
Nama                     : tn R
Umur                    : 57 thn
Jenis kelamin         : laki-laki
Alamat                  : desa motaha
Status perkawinan: nikah
Agama                   : islam
Suku                      : raha
Pendidikan            : SMP
Pekerjaan               : petani
Tgl masuk R.S      : 01 juni 2009
No RM                  : 190013

           II.      STATUS KESEHATAN SAAT INI
·         Keluhan utama : klien mengatakan/mengeluh sesak napas
·         Factor pencetus : klien sering merokok, dan minum minuman beralkohol, serta mandi malam
·         Upaya yang dilakukan sendiri : klien istirahat dan duduk di ranjang
·         Upaya yang dilakukan keluarga : membawa klien kerumah sakit

         III.      RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
·         Klien mengatakan baru kali ini menjalani operasi
·         Klien mengatakan belum pernah masuk rumah sakit
·         Klien megatakan ada riwayat penyakit TBC

        IV.      RIWAYAT KELUARGA























































Oval: ?
Oval: ?


?
 


?
 



?
 




     ?
 


?
 










Oval: ?



Oval: ?



?
 



?

 


?

 



 















 
Keterangan :              : laki - laki

Oval:                                    : perempuan



Oval: x
 
                                   :sudah meninggal

                                   : klien itu sendiri



?
 
 
                                   : tidak diketahui umurnya

           V.      RIWAYAT LINGKUNGAN
·         Klien tinggal di daerah yang terpencil dan lingkungannya cukup bersih
·         Klien mengatakan di kampungnya tidak terdapat pabrik
·         Klien mengatakan jarak antara sumur dan jamban kira-kira 8-10m

        VI.      ASPEK PSIKOSOSIAL
Ø  Hal yang paling dipikirkan klien saat ini ingin lekas sembuh dari penyakitnya, serta biaya rumah sakit.
Ø  Suasana fisik nampak tenang dan dan sabar menjalani perawatan
Ø  Hubungan komunikasi dengan klien jelas,dan mampu mengekspresikan segala keluhan. 
Ø  Kehidupan keluarga menganut adat istiadat yaitu raha
Ø  Nilai kepercayaan klien bersumber dari agama islam.

      VII.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      TTV            TD     : 130/70 mmhg
                           N      : 84 x/menit
                           S       : 37c
                           P       : 28x/menit
2.      Kepala
ü  Inspeksi : nampak rambut kusam dan rontok
ü  Palpasi             : tidak ada nyeri tekan
                                                : tidak ada benjolan
3.      Mata
ü  Inspeksi           : konjungtiva tampak anemis
                              : tidak ada tanda-tanda radang
4.      Mulut
ü  Inspeksi           : tidak tanda-tanda radang
5.      gigi dan guzi 
ü  Inspeksi           : terlihat karang pada gigi
                              : Jumlah gigi abnormal ( kurang 3 ) 
                                                : guzi nampak pucat
6.      Hidung
ü  Inspeksi           : nampak terpasang nasal kanula dengan tekanan 02 adalah 3lpm
                              : tidak ada secret
ü  Palpasi             : tidak ada nyeri tekan
7.      Leher
ü  Inspeksi           : tidak ada tanda-tanda pembesaran kelenjar tiroid
ü  Palpasi             : vena jugularis teraba
8.      Toraks
ü  Inspeksi           : tulang iga nampak jelas
                              : terdapat luka pada daerah WSD
                              : ekspansi paru abnormal
                              : frekuensi napas cepat dan dalam
ü  Palpasi             : fokal fremitus menurun
ü  Auskultasi       : bunyi napas terdengar serak basah

   VIII.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
   Foto thorax
o   Perselubungan homogen pada hemithoraks kanan yang menutupi sinus, Diagfragma serta bunyi jantung
o   Diagfagma kiri baik sinus kiri tumpul

Laboratorium
o   Leukosit 5-6 rbc hasil 3.810’8 normal 4-7-6
o   WBC hasil 8,3x10’3/ul normal 5,0-10,0

        IX.      RESUME PERKEMBANGAN PERAWATAN

Pada awal klien masuk rumah sakit tanggal 1 juni 2009 keadaan klien tampak lemah dan keluhan sesak napas di sertai batuk ini berlangsung selama 6 bulan yang lalu, setelah klien menjalani rawat inap di RSUD PROPENSI, sudah mulai ada perubahan dari kondisi sebelumnya hanya saja sesaknya masih ada dan batuknya sudah mulai hilang.

KLASIFIKASI DATA

  1. DS (Data Subyektif).
    • Klien mengeluh sesak napas
    • Klien mengatakan batuk
    • Klien mengeluh sering berkeringat pada malam hari
    • Klien mengatakan nafsu makannya berkurang
    • Klien mengatakan kadang cairan paru-paru merembes lewat selang

  1. DO (Data Obyektif).
o   Klien nampak bernapas dengan cepat
o   Terpasang WSD pada paru-paru bagian kanan
o   Klien nampak berhati-hati dalam bergerak
o   Nampak luka pada pemasangan WSD
o   Terdengar suara ronchi (basah)
o   Nampak cairan WSD berwarna merah
o   Nampak 02 terpasang
o   Porsi makan klien tidak dihabiskan

ANALISA DATA

No
DATA
MASALAH
1.
DS : Klien mengeluh sesak napas
DO : Klien nampak bernapas dengan cepat
Aaa: nampak O2 terpasang.  P = 28x/menit 

DS : Klien mengatakan kadan cairan paru-paru aaaaamerembes lewat selang
DO : Nampak cairan WSD berwarna merah
       : Nampak luka pada pemasangan WSD

DS : Klien mengatakan nafsu makannya berkurang
DO : Porsi makanan klien tidak di habiskan ( hanya  ¼ bagian ) 

Pola nafas tidak efektif



Resiko tinggi terhadap infeksi



Kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi



DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Pola nafas tidak efektif  b/d kurangnya ekspansi paru ditandai dengan :
DS  : Klien mengeluh sesak napas
DO : klien nampak bernapas dengan cepat

  1. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tindakan pembedahan selang WSD ditandai dengan :
DS  : klien mengatakan kadang cairan paru-paru merembes lewat selang WSD
DO : -  nampak cairan WSD berwarna merah
Aa a              -  nampak luka pemasangan WSD

  1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas ditandai dengan :
            DS  : Klien mengatakan nafsu makannya berkurang
DO : Porsi makanan klien tidak di habiskan ( hanya ¼ bagian )
 








                                                                

DAFTAR PUSTAKA


  1. Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
  2. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
  3. Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
  4. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
  5. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
  6. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
  7. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
  8. Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.