BAB I
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi
jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap
inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan
tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi
masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas. Bentuk akut dicirikan dengan adanya
awitan demam sistemik maupun manifestasi local yang berjalan dengan cepat.
Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani
dengan baik.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)
dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh,
gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana
terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya :
ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak,
pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah
mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes
mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat
lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani
pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan,
begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka
mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau
memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
B.
Etiologi
1.
Staphylococcus aureus hemolitukus
(koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
2.
Haemophylus influenzae (50%) pada
anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organisme yang lain seperti : Bakteri colli,
Salmonella thyposa dan sebagainya.
Tulang, yang
biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3
cara:
a. Aliran darah
Aliran darah
bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Infeksi
biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada anak-anak) dan di
tulang belakang (pada dewasa).
Orang yang
menjalani dialisa ginjal dan penyalahguna obat suntik ilegal, rentan terhadap
infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi juga bisa terjadi
jika sepotong logam telah ditempelkan pada tulang, seperti yang terjadi pada
perbaikan panggul atau patah tulang lainnya.
b. Penyebaran
langsung
Organisme bisa
memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama pembedahan
tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.
Infeksi ada
sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di
dekatnya.
c. Infeksi dari
jaringan lunak di dekatnya.
Infeksi pada
jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari
atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami
kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang
disebabkan oleh jeleknya pasokan darah atau diabetes (kencing manis). Suatu
infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke tulang tengkorak.
C.
Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70%
sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada
osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat
peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan
anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan
ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan
sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi
awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.
Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan
terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah
salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3
hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut,
mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan
dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses
infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat
keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase
oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah
jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang
mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat
mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi
pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun
tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan
osteomielitis tipe kronik.
D.
Tanda dan Gejala
Gambaran klinis osteomielitis
tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara
progresif atau cepat.
Pada anak-anak, infeksi tulang yang
didapat melalui aliran darah, menyebabkan demam dan kadang-kadang di kemudian
hari, nyeri pada tulang yang terinfeksi. Daerah diatas tulang bisa mengalami
luka dan membengkak, dan pergerakan akan menimbulkan nyeri.
Infeksi tulang belakang biasanya timbul
secara bertahap, menyebabkan nyeri punggung dan nyeri tumpul jika disentuh.
Nyeri akan memburuk bila penderita bergerak dan tidak berkurang dengan
istirahat, pemanasan atau minum obat pereda nyeri. Demam, yang merupakan tanda
suatu infeksi, sering tidak terjadi.
Infeksi tulang yang disebabkan oleh
infeksi jaringan lunak di dekatnya atau yang berasal dari penyebaran langsung,
menyebabkan nyeri dan pembengkakan di daerah diatas tulang, dan abses bisa
terbentuk di jaringan sekitarnya. Infeksi ini tidak menyebabkan demam, dan
pemeriksaan darah menunjukkan hasil yang normal.
Penderita yang mengalami infeksi pada
sendi buatan atau anggota gerak, biasanya memiliki nyeri yang menetap di daerah
tersebut.
Jika suatu infeksi tulang tidak
berhasil diobati, bisa terjadi osteomielitis menahun (osteomielitis
kronis).Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan
tidak menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun.
Osteomielitis menahun sering
menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak diatas tulang yang berulang
dan pengeluaran nanah yang menetap atau hilang timbul dari kulit. Pengeluaran
nanah terjadi jika nanah dari tulang yang terinfeksi menembus permukaan kulit
dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk dari tulang menuju kulit.
E.
Klasifikasi
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2
yaitu :
1. Osteomyelitis Primer à Kuman-kuman mencapai tulang secara
langsung melalui luka.
2. Osteomyelitis Sekunder à Adalah kuman-kuman mencapai tulang
melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi
saluran nafas, genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut
perlangsungannya dibedakan atas :
1. Osteomyelitis akut
·
Nyeri daerah lesi
·
Demam, menggigil, malaise,
pembesaran kelenjar limfe regional
·
Sering ada riwayat infeksi
sebelumnya atau ada luka
·
Pembengkakan lokal
·
Kemerahan
·
Suhu raba hangat
·
Gangguan fungsi
·
Lab = anemia, leukositosis
2. Osteomyelitis kronis
·
Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
·
Gejala-gejala umum tidak ada
·
Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
·
Lab = LED
meningkat
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah
osteomyelitis biogenik yang paling sering :
·
Staphylococcus (orang dewasa)
·
Streplococcus (anak-anak)
·
Pneumococcus dan Gonococcus
F.
Evaluasi Diagnostik
Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan
sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu
terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan
periosteum dan pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat
membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan
leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses
diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
Pada Osteomielitis kronik, besar,
kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang
padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya
normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk
menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.
G.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai
30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti
staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk
menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur
dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan
adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10
hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan
terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
H.
Prinsip penatalaksanaan
1. Istirahat dan
pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
2. Pemberian
cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
3. Istirahat local
dengan bidai atau traksi
4. Pemberian
antibiotika secepatnya sesuai penyebab
5. Drainase bedah
I.
Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran
utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen.
Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan
pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik
pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibioika profilaksis, diberikan untuk
mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam
setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi
aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya
osteomielitis.
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Riwayat
keperawatan
Dalam hal ini
perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitis.
Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka,
tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi.Faktor-faktor
tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b. Pemeriksaan
fisik
Area sekitar
tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa
juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan
adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri,
maupun eritema.
c. Riwayat
psikososial
Pasien
seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu
mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga,
pekerjaan atau sekolah.
d. Pemeriksaan diagnostik
Hasil
laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50%
pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka
dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
b. Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan
menahan beban berat badan.
c. Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi
d. Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
e. Gangguan pola
tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
f. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatan dalam bergerak
g. Resiko terhadap
perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
3.
Perencanaan
Keperawatan
Nyeri
berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan / Hasil
Pasien :
Mendemonstrasikan
bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan
Kriteria Evaluasi :
Tidak
terjadi nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh
normal
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi,
intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka
Amati perubahan suhu setiap 4 jam
Kompres air hangat
Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan analgesik
|
Untuk mengetahui tingkat
rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya
Mencegah pergeseran tulang
dan penekanan pada jaring- an yang luka.
Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri
Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman
Mengurangi rasa nyeri
|
Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil
Pasien :
Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria Hasil
:
a.
Meningkatkan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin
b.
Mempertahankan posisi fungsional
c.
Meningkatkan / fungsi yang sakit
d.
Menunjukkna teknik mampu melakukan
aktivitas
Intervensi dan
Rasionalisasi :
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien /
bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat
bergerak
Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam
lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
Ubah posisi secara periodik
Kolabortasi :
Fisioterapi / aoakulasi terapi
|
Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang
dialami klien
Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang
dialami klien
Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat
membahayakan
Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang
dapat terjadi
Mengurangi gangguan mobilitas fisik
Mengurangi gangguan mobilitas fisik
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan / Hasil
Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria
Evaluasi :
Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh
normal, tidak mual, suhu tubuh normal
Intervensi dan
Rasionalisasi
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Pantau :Suhu tubuh setiap 2 jam Warna kulit, TD, Nadi dan
pernapasan,Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit
Lepaskan pakaian yang berlebihan
Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan
kenaikan suhu tubuh.
Motivasi
asupan cairan
Kolaborasi :
Berikan obat antipiretik sesuai dengan anjuran
|
Memberikan dasar untuk deteksi hati
Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi peningkatan suhu tubuh dan
dapat memberikan rasa nyaman pada pasien
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta
evaporasi, dan meningkatkan kenyaman
pasien.
Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta
febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh
|
Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
Tujuan / Hasil
Pasien :
Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan
informasi tentang proses penyakit, program pengobatan
Kriteria
Evaluasi :
Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
Intervensi dan
Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Jelaskan tujuan pengobatan pada
pasien
Kaji patologi masalah individu.
Kaji ulang tanda / gejala yang
memerlukan evaluasi medik cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres
pernapasan lanjut.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat.
Kolaborasi :
Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran
|
Mengorientasi program pengobatan. Membantu menyadarkan
klien untuk memperoleh kontrol
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
Memberika pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik
Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi
medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.
Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan
dan dapat mencegah kekambuhan.rapeutik.
Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk
mengontrol ansietasnya
|
Gangguan pola
tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil
Pasien :
Pola tidur kembali normal
Kriteria
Evaluasi :
Jumlah jam tidur tidak terganggu,
insomnia berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan
fisik dan psikologi
Intervensi dan
Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Mandiri :
Tentukan kebiasaan tidur yang
biasanya dan perubahan yang terjadi
Berikan tempat tidur yang nyaman
dan beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan guling
Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola
lama dan lingkungan baru
Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur
serupa dan kebutuhan malam hari
Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin
pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur
Instruksikan tindakan relaksasi
Kurangi kebisingan dan lampu
Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan
tempat tidur bila mungkin
Kolaborasi :
Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi
|
Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang
tepat
Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan
fisiologis/ psikologis
Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan
lama, stres dan ansietas dapat berkurang
Menurunkan kemungkinan bahwa teman sekamar yang “burung
hantu” dapat menunda pasien untuk terlelap atau menyebabkan terbangun
Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan
energi dan siap untuk tidur malam hari
Membantu menginduksi tidur
Memberikan situasi kondusif untuk tidur
Pagar tempat tidur memberikan keamanan dan dapat
digunakan untuk membantu merubah posisi
Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau
istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan baru
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil
Pasien (kolaboratif) :
Pasien menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria
Evaluasi :
Menurunnya keluhan terhadap kelemahan,
dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
Intervensi dan
Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen
Anjurkan program hemat energi
Buat jadwal aktifitas harian,
tingkatkan secara bertahap
Kaji respon abdomen setelah
beraktivitas
Berikan kompres air hangat
Beri waktu istirahat yang cukup
|
Merokok, suhu ekstrim dan stre
menyebabkan vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan beban jantung
Mencegah penggunaan energi
berlebihsn
Mempertahankan pernapasan lambat
dengan tetap mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan peningkatan
kemampuan otot bantu pernapasan
Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan
pernapasan yang meningkat
Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri
Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan
|
Resiko terhadap
perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan / Hasil
Pasien :
Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi
yang dialami
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan
rasionalisasi:
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
|
Mandiri:
Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan
kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi
kateter.
|
Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
|
2.
|
Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
|
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan
bakteri kedalam kandung kemih.
|
3
.
|
Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil,
nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
|
Pasien yang mengalami sistoskopi/ TUR prostate beresiko
untuk syok bedah/ septic sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi
|
4.
|
Observasi drainase dari luka, sekitar kateter
suprapubik.
|
Adanya drain, insisi suprapubik
meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan
dengan eritema, drainase purulen.
|
5.
|
Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropublik
dan perineal), pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
|
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
|
6.
|
Gunakan pelindung kulit tipe ostomi
|
Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah
ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi.
|
7.
|
Kolaborasi:
Berikan antibiotic sesuai indikasi
|
Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.
|
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
KESIMPULAN
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih
sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan
darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang
mati).
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen
(melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi,
lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat
resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya
mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil,
demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).
Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka
penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi
tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan
operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi.
B.
SARAN
Berdasarkan tanda dan gejala osteomielitis kita sebagai
tenaga kesehatan hendaknya mengetahui dan memberi penyuluhan masyarakat awam
agar dapat ditangani secara dini dan tidak terjadi penyebaran pada area lain.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner,
Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3,
EGC : Jakarta
Doenges,
Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC ; Jakarta.
Purnawan
Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.
Soeparman,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
Doenges
E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Kalim,
Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Mansjoer,
Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta.
Prince,
Sylvia Anderson, 1999., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.,
Ed. 4, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar